sewa sofa penyewaan sofa Rental sofa sewa sofa alat pemadam kebakaran

Gorden minimalis rumah

Gorden minimalis rumah
gorden rumah

Sabtu, 23 Juni 2012

Penyakit anjing dan pengobatannya


Anjing merupakan salah satu hewan peliharaan atau kesayangan yang banyak digemari orang, karena anjing relatif mudah dipelihara. Anjing bagi sebagian orang dipelihara sebagai teman dan ada juga memelihara sebagai keperluan lain, misalnya saja sebagai penjaga malam. Saat sekarang anjing semakin banyak difungsikan untuk pengintaian atau anjing pelacak, misalnya digunakan oleh polisi fungsi-fungsi keamanan mulai dari pengendusan dugaan adanya narkoba, melacak bom bahkan para teroris atau pengacau keamanan.

Namun demikian anjing sebagai makhluk hidup harus dirawat dan selalu diperhatikan kesehatan maupun makanannya. Anjing yang sehat tentu akan menyenangkan untuk sekedar menemani kita bercanda-gurau atau jalan pagi misalnya, tetapi anjing yang sakit tentu akan membuat kita sedih dan merasa khawatir jangan-jangan anjing kita tidak bisa sehat dan tidak bisa kita pelihara lagi.

Nah, karena itu kesehatan anjing mutlak harus diperhatikan, mulai dari vaksinasinya harus diketahui dan dijadwalkan, makan dan minum harus cukup dan mendapat asupan gizi yang baik. Di samping itu pemeliharaan dengan kandang serta lingkungan yang terawat bersih harus juga diperhatikan. Namun demikian kadang kala anjing yang kita rawat dengan baik tidak 100 % terhindar dari penyakit. Berikut beberapa penyakit pada anjing yang dapat dibaca dan dimengerti bagi kita yang menjadi penghobi anjing.

1. HEPATITIS MENULAR PADA ANJING (Infectious Canine Hepatitis)

Hepatitis menular pada anjing telah tersebar luas di dunia, dengan gejala beragam dari yang ringan berupa demam dan pembendungan membrane mukosa sampai bentuk parah, depresi, leucopenia yang jelas dan bertambah lamanya waktu beku darah.

Etiologi
Infectious Canine Hepatitis disebabkan oleh virus Canine Adeno Virus-1 (CAV-1). Virus ini termasuk virus DNA, tidak beramplop dan secara antigenic berkerabat dengan CAV-2 penyebab tracheobronchitis menular pada anjing.

Gejala Klinis
Hepatitis menular gejalanya beragam dari demam ringan sampai mematikan. Masa inkubasi 4-9 hari. Gejala berupa demam diatas 40 °C dan berlangsung 1-6 hari, biasanya bersifat bifasik, terjadi takikardia dan leukopenia. Gejala lainnya berupa apatis, anoreksia, kehausan, konjungtivitis, leleran serous dari hidung dan mata, kadang-kadang disertai nyeri lambung, muntah juga dapat terjadi serta ditemukan oedema subkutan daerah kepala, leher dan dada.

Koagulasi intravaskuler (dissiminated) umum terjadi dan merupakan suatu yang penting dalam patogenesa penyakit. Gejala respirasi biasanya tidak tampak pada anjing yang menderita ICH.
Pada anjing yang pulih, biasanya makan dengan baik namun pertumbuhan badan berjalan lambat. Tujuh sampai sepuluh hari setelah gejala akut mulai hilang, sekitar 25 % anjing yang pulih akan mengalami kekeruhan (opasitas) kornea dan bisa hilang secara spontan.

Diagnosa
Diagnosa ditetapkan berdasarkan kejadian perdarahan mendadak dan bertambah lamanya waktu beku darah. Diagnosa dipastikan dengan isolasi virus, immonoflourescens atau ditemukan badan-badan inklusi yang khas di dalam sel-sel hati.

Pencegahan dan Pengobatan
Transfusi darah mungkin diperlukan pada anjing yang menderita parah, disamping tambahan dekstrosa 5 % dalam larutan garam isotonik hendaknya diberikan secara intravena. Pada anjiing yang waktu beku drahnya lambat, pemberian cairan subkutan sangat berbahya.

Antibiotik spectrum luas dapat diberikan seperti tetrasiklin selama perkembangan gigi (fetus menjelang kelahiran, baru lahir, tahap awal kelahiran) bisa menyebabkan perubahan warna gigi dan sebaiknya obat ini tidak diberikan pada anjing sebelum gigi tetapnya tumbuh.

Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan vaksinasi dan pemberian vaksin sering dikombinasi dengan vaksin lainnya. Imunisasi terhadap ICH disarankan dilakukan pada saat melakukan imunisasi terhadap distemper anjing.

2. LEPTOSPIROSIS PADA ANJING

Nama lain: Tifus anjing, Penyakit Stuttgart, Ikterus Menular

Etiologi
Infeksi biasanya disebabkan oleh virus leptospira dari galur (serovar) canicola atau copenhageni yang merupakan kelompok sera ikterohemoragi. Disamping itu galur Pomona, grippotyphosa dan ballum telah diisolasi dari anjing-anjing di Amerika Serikat.

Infeksi karena canicola atau copenhageni diketahui menyerang banyak populasi anjing. Galur copenhageni sering menyababkan leptospirosis tipe hemoragi dan ikterus. Tikus coklat merupakan reservoir utama copenhageni di Amerika, sedangkan anjing menjadi reservoir untuk galur canicola.

Gejala Klinis
Masa inkubasi 5-15 hari dan anjing terserang bisa dari berbagai tingkatan umur. Pada penyakit yang mendadak gejala yang terlihat adalah kelesuan, anoreksia, muntah, demam 39,5-40,5 °C dan disertai konjungtivitis ringan. Dalam beberapa hari berikutnya suhu turun dengan tajam, hewan menjadi depresi, sulit bernafas dan kehausan. Pada kebanyakan anjing, ikterus (kekuningan) dengan berbagai tingkatan menjadi tanda awal dari penyakit.

Anjing yang menderita lebih parah akan memperlihatkan depresi yang dalam dan tremor otot disertai suhu tubuh menurun perlahan sampai mencapai suhu 36 °C, muntah dan berak berdarah (gastroenteritis hemoragi), nefritis akut, mata cekok dan pembuluh darah konjungtiva penuh terisi darah.
Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan ginjal dan umumnya terjadi 5-10 hari setelah kemunculan penyakit. Mortalitas mencapai 10 %. Kasus kronis mengkibatkan nefritis interstitial dengan tingkatan yang berbeda-beda.

Diagnosa
Diagnosa penyakit didasarkan pada gejala klinis dan temuan-temuan nekropsi, histologist dan pemeriksaan serologis.

Pencegahan dan Pengobatan
Untuk mengurangi kemungkinan tertular leptospira pemilik hewan disarankan melakukan pengendalian terhadap rodensia dan selalu mengikat anjingnya, dikandangkan dan melakukan vaksinasi setiap 6-8 bulan untuk memberikan titer protektif kepada anjing-anjing yang beresiko tinggi seperti anjing berburu, anjing pemacek dan anjing untuk pertunjukan. Anjing yang sring kontak dengan satwa liar divaksinasi dengan bakterin yang mengandung antigen grippotyphosa dan Pomona.

Pengobatan dengan antibiotik untuk infeksi akut seperti tetrasiklin, doxycyclin dan streptomisin. Doxycyclin lebih baik digunakan dibandingkan dengan tetrasiklin pada pasien yang menderita nefritis akut. Dehidrasi dan asidosis diterapi engan memberikan larutan laktat 0,17 M diberikan sendiri-sendiri atau bersama dengan larutan dextrose dan vitamin B dosis tinggi.

3. CANINE PARVOVIRUS PADA ANJING

Canine parvovirus merupakan penyakit yang penting pada anjing karena menyebabkan kematian yang tinggi pada populasi dan menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi terutama pada penangkaran dan peternakan anjing komersial.

Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Canine Parvovirus (CPV), termasuk dalam keluarga Parvoviridae. CPV merupakan virus menular tanpa amplop, memiliki asam nukleat berantai tunggal, polarisasi positif dan berdiameter 20-28 nm.

Patogenesa
Penularan penyakit biasanya melalui dua jalur utama yaitu mulut-anus dan sawar plasenta. Setelah mengalami replikasi di beberapa organ limfoid primer seperti thymus dan tompok Payer, virus selanjutnya menyebar ke berbagai organ tubuh melalui peredaran darah, misalnya tonsil dan usus halus dengan derajat keparahan yang hebat pada organ-organ limfoid.

Pada percobaan laboratorium, viremia dapat dideteksi pada hari ke-1 dan ke-2 pascainfeksi diikuti oleh viremia hari ke-3 sampai ke-5 pascainfeksi. Ekskresi virus umumnya dimulai pada hari ke-3 pascainfeksi disertai dengan kemunculan antibodi pada hari ke-4 dan mencapai konsentrasi maksimum pada hari ke-7 pascainfeksi. Peningkatan antibodi serum memiliki dampak yang sangat besar terhadap pengurangan ekskresi virus dan pemulihan kesehatan individu.

Epidemiologi
Distribusi Geografis
Infeksi CFV pada anjing ditemukan di banyak Negara di dunia, sejak kejadian wabah di Australia dan Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1978.

Cara Penularan
Penularan melalui jalur mulut-anus adalah yang paling umum, yang mungkin merupakan hasil dari kontak dengan bahan tercemar seperti kandang, pakaian, tinja dan tanah. Secara percobaan infeksi juga dapat dihasilkan melalui mulut, intubasi, lubang hidung, pembuluh darah dan intra-uterine.

Morbiditas dan Mortalitas
Morbiditas CPV enteritis umumnya tinggi namun mortalitasnya rendah. Pada anjing-anjing muda mortalitasnya 10-12 % atau dapat mencapai 50 %. Pada anjing dewasa 1-2 %.
Pada CPV miokarditis yang pada awal kemunculannya mencapai 50 %, penurunan angka mortalitas dan morbiditas dari CPV miokarditis disebabkan oleh tingginya titer antibodi pada hewan bunting yang mungkin mencegah mereka dari infeksi. Semakin banyak induk yang memiliki titer antibodi tinggi maka semakin sedikit kasus infeksi yang muncul pada anjing-anjing muda.

Gejala Klinis
Gejala klinis yang dapat timbul dari penyakit ini dikenal 2 jenis yaitu enteritis berdarah dan miokarditis nonsupuratif. Kematian mendadak pada anjing berumur di bawah 8 minggu merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada kasus miokarditis non supuratif akut. Kegagalan jantung sub akut disertai gangguan pernafasan dan seringkali disertai kematian dalam waktu 24-48 jam dapat terjadi pada anjing berumur diatas 8 minggu. Pada anjing remaja dan dewasa dapat terjadi kegagalan jantung kongestif disertai kerusakan otot jantung.

Berdasarkan derajat keparahannya, CPV enteritis dibedakan atas 3 jenis yaitu sedang, akut dan perakut. Mencret dan muntah disertai bau khas dan perdarahan merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada anjing penderita. Gejala lainnya berupa lesu, penurunan nafsu makan, leucopenia, demam dan dehidrasi.
Pada penderita per akut dapat terjadi kematian segera, sementara pada kasus sedang mungkin terjadi kesembuhan dalam beberapa minggu. Infeksi menyeluruh yang gejalanya serupa dengan sindroma ataksik pada kucing namunkejadiannya sangat jarang.

Diagnosa
Penyakit ini didiagnosa berdasarkan gejala klinis, patologis, identifikasi virus dan penentuan antibody spesifik.
Secara laboratorium, identifikasi virus dilaksanakan melalui pemanfaatan berbagai metode yang ada seperti histopatologi, isolasi virus pada biakan sel, uji hemaglutinasi, pewarna imun, elektronmikroskopi, uji ELISA dan biakan molekuler.

Sementara metode serologi yang digunakan untuk mendiagnosa CPV meliputi uji hambatan hemaglutinasi, hemolisis radial, netralisasi, flouresensi, radio imun, fiksasi komplemen dan presipitasi imun serta ELISA.

Pencegahan dan Pemberantasan
Diare dan muntah secara berlebihan berpengaruh sangat buruk bagi hewan penderita CPV enteritis. Anjing seringkali mati karena dehidrasi. Pemberian larutan garam dan gula faali akan sangat membantu penderita untuk melewati masa kritis yang biasanya berlangsung 2-5 hari.

Pemberian vitamin dan gizi yang baik, penempatan pasien pada ruangan yang hangat dan nyaman serta pemberian antibiotic untuk mengatasi infeksi sekunder sangat dianjurkan.
Pencegahan dilakukan melalui desinfeksi alat dan bahan tercemar, perbaikan status gizi dan kesehatan hewan serta pelaksanaan program imunisasi secara teratur. Penggunaan formalin, fenol dan Na-hipoklorit untuk fumigasi atau penyemprotan dapat menekan kasus infeksi baru.

4. DISTEMPER ANJING

Distemper anjing adalah penyakit anjing yang sangat menular pada anjing dan karnivora lainnya. Distemper anjing merupakan penyakit viral yang paling umum pada anjing dan sedikit anjing yang benar-benar terisolasi tidak terpapar atau terinnfeksi oleh virus ini.

Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Morbilivirus. Virus distemper digolongkan ke dalam keluarga besar Paramyxoviridae dan berkerabat secara antigenik dan biofisik dengan virus campak (measles) manusia dan virus sampar sapi (rinderpest).

Virus ini tersusun atas RNA, bentuk simmetri helical, beramplop, virus ini agak labil dan aktifitasnya dapat dirusak oleh panas, kekeringan, deterjen, pelarut lemak dan desinfektan.

Patogenesa
Virus distemper anjing terutama ditularkan secara aerosol dan droplet infektif yang berasal dari sekresi tubuh hewan penderita sehingga infeksi menyebar sangat cepat diantara anak-anak anjing yang peka. Gambaran umum yang ditimbulkan oleh virus ini adalah suatu keadaan tertekannya kekebalan (imunosupresif).

Tertekannya kekebalan karena terjadinya perbanyakan virus di dalam jaringan limfoid selama masa inkubasi. Gejala-gejala yang khas distemper akut biasanya muncul bila anjing penderita distemper berhasil menekan kekebalan anjing terinfeksi tersebut.

Infeksi ikutan oleh bakteri sebagai akibat telah tertekannya kekebalan anjing kerap mendorong munculnya sejumlah gejala klinis yang menyertai distemper. Disamping itu infeksi bakteri juga akan memperbesar tingkat mortalitas. Selain terjadinya infeksi ikutan oleh bakteri, kejadian toksoplasmosis, koksidiosis, enteritis viral dan infeksi mikoplasma yang bersamaan dengan infeksi distemper akan memperparah akibat penekanan system kekebalan pada anjing penderita.

Gejala Klinis
Masa inkubasi sampai munculnya gejala klinis distemper akut biasanya 14-18 hari. Setelah anjing terpapar dan terinfeksi, akan terjadi demam singkat dan leucopenia yang berlangsung pada hari ke-4 dan ke-7 tanpa munculnya gejala klinis. Suhu tubuh akan kembali normal pada hari ke-7 dan ke-14, setelah itu suhu tubuh akan naik untuk kedua kalinya disertai konjungtivitis, rhinitis, batuk, diare, anoreksia, dehidrasi dan penurunan berat badan.

Leleran okulonasal yang mukopurulen dan pneumonia sering terjadi sebagai akibat infeksi ikutan oleh bakteri. Kuman Bordetella bronchiseptica umum ditemukan pada anjing distemper. Tutul-tutul kemerahan pada kuliit yang kemudian berkembang menjadi pustule bisa ditemukan, khususnya pada abdomen.

Gejala-gejala terjadinya ensefalitis bisa muncul dengan beragam bentuk. Mioklonus atau mengerejatnya otot tanpa dikendali anjing tampak mendadak seperti mengunyah permen karet, ataksia, inkoordinasi, berpusing-pusing, hyperesthesia, kekakuan pada otot, selalu merasa ketakutan dan kebutaan menjadi gejala-gejala syaraf yang paling umum dijumpai pada penderita distemper.

Selain distemper menyebabkan ensefalitis akut dan subakut, distemper juga menimbulkan bentuk ensefalitis kronis dengan gejala meliputi inkoordinasi, kelemahan kaki belakang, matanya tidak tanggap terhadap suatu ancaman benda baik unilateral maupun bilateral, kedudukan kepala miring, nistagmus, paralisis wajah, tremor kepala tanpa disertai mioklonus. Bentuk lain ensefalitis kronis adalah “old dog encephalitis” dengan gejala klinis gangguan penglihatan dan kurang tanggapnya mata terhadap ancaman suatu benda secara bilateral.

Diagnosa
Diagnosa distemper akut dan subakut biasanya berdasarkan riwayat penyakit dan gejala klinis. Pemeriksaan oftalmoskopik bisa melacak terjadinya chorioretinitis dengan daerah degenerasi berwarna abu-abu sampai merah muda pada tapetum atau fundus nontapetum dalam suatu kejadian penyakit yang akut.
Suatu diagnosa pasti yang dibuat dengan melacak keberadaan virus distemper pada sel-sel epitel dengan pemeriksaan zat kebal berpendar (fluorescent antibody) atau dengan mengisolasi virus.

Pencegahan dan Pengobatan
Obat-obat antivirus atau bahan-bahan kemoterapetika yang bisa dimanfaatkan untuk pengobatan yang spesifik untuk anjing distemper hingga kini belum tersedia. Antibiotic spectrum luas bisa diberikan untuk mengendalikan infeksi bakteri ikutan, disamping pemberian cairan elektrolit, vitamin B dan suplementasi nutrisi untuk suatu terapi suportif.

Selain itu pemberian vitamin C dan dietil ether bermanfaat dalam pengobatan distemper. Pemberian Dexamethasone dilaporkan memberikan sejumlah manfaat dalam mengobati anjing pasca distemper yang disertai gejala-gejala syaraf pemberian vaksin distemper MLV (modified live virus) secara intravena memberikan hasil yang baik.

Untuk pencegahan dilakukan vaksinasi dengan vaksin MLV. Dosis tunggal vaksin distemper MLV memberikan kekebalan anjing-anjing yang tidak memiliki zat kebal terhadap distemper dan peka terhadap penyakit ini.
Dengan vaksinasi sekitar 50 % anak anjing bisa dikebalkan terhadap distemper saat berumur 6 minggu, sekitar 75 % saat berumur 9 minggu dan lebih dari 95 % di atas usia 13 minggu. Vaksinasi diberikan pada anjing saat berumur 5-7 minggu diikuti pemberian vaksin dengan selang pemberian 3-4 minggu hingga berumur 14 minggu dan vaksin ulangan setiap tahun. Jadwal seperti demikian akan memberikan kekebalan anjing terhadap distemper dan titer kebal akan bertahan lama setelah terjadinya tanggapan terhadap vaksinasi ulangan (booster).

5. RABIES

Penyakit Rabies adalah penyakit menular dan bersifat zoonosis, dapat menulari manusia melalui gigitan hewan perantara yang terinfeksi rabies (HPR). Hewan penderita rabies menyerang apa saja yang ada di dekatnya, termasuk manusia yang dianggap mengganggu. Rabies ini menyerang susunan syaraf pusat yang ditandai dengan gejala syaraf, photopobia, agresif, hydrophobia dan biasanya diakhiri kematian. Semua hewan berdarah panas termasuk manusia sangat peka terhadap virus ini.
Etiologi
Penyebab rabies adalah virus yaitu genus Rhabdovirus.

Cara Penularan
Rabies menyebar melalui kontak langsung terutama gigitan, air liur yang mengandung virus masuk melalui luka gigitan. Selanjutnya virus tersebut masuk ke dalam tubuh menuju otak, dan kemudian dari otak ke kelenjar ludah melalui syaraf sentrifugal serta ke pankreas.

Gejala Klinis
Gejala penyakit rabies dapat dikelompokkan menjadi 3 stadium penyakit:
a. Stadium I (taraf prodromal atau melankolik)
Pada stadium ini anjing terlihat berubah sifat dari biasanya. Anjing yang biasanya lincah tiba-tiba menjadi pendiam, pada yang tenang menjadi gelisah, menjadi penakut, bersifat dingin tetapi agresif. Kadang-kadang terlihat lemas, malas, nafsu makan berkurang, temperatur tubuh agak naik, senang bersembunyi ditempat gelap dan teduh. Tidak menurut perintah atau panggilan pemiliknya. Terlihat geram (gigi mengkerut-kerut seperti mau menggigit sesuatu, kadang lari kian kemari bila terkejut berusaha menggigit.

b. Stadium II (taraf eksitasi)
Pada stadium ini anjing menjadi lebih agresif, dan gejala klinis dapat berubah dalam setengah hari sampai tiga hari, gejala iritasi berubah menjadi kegeraman. Takut sinar dan air, senang bersembunyi di bawah kolong, senang memakan benda-benda asing (misalnya: besi, kayu, batu, jerami, dll). Bila dirantai akan berusaha berontak menggigit rantai agar bisa lepas, menggonggong dan suaranya berubah lebih parau, kadang-kadang suaranya seperti lolongan serigala, karena terjadi kelumpuhan ototnya, kesulitan menelan.

Bila anjing itu lepas dia akan melarikan diri dan berjalan terus sepanjang hari dan bila diganggu akan menyerang apa saja, berakhir dengan kelelahan dan sempoyongan. Kejang-kejang, telinga lebih kaku, ekor menjadi lebih kaku dan menjulur ke bawah selangkang.

c. Stadium III (taraf paralisis)
Stadium ini ditandai dengan kelumpuhan yang berlanjut pada otot bagian kepala sehingga terlihat mulut saling menutup, lidah terjulur terus sehingga air liurnya selalu menetes, menggantung dan berbusa, mata menjadi agak juling atau melotot, kelumpuhan melanjut pada otot-otot tubuh sehingga terlihat sempoyongan, kejang-kejang, koma dan antara 2-4 hari kemudian mati karena kelumpuhan pada otot pernafasannya.

Bila anjing dicurigai menderita rabies, maka anjing demikian jangan dipegang. Dalam banyak hal gejala klinis tidak lengkap, dalam 20% kejadian stadium eksitasi atau tidak terlihat/sangat pendek dan stadium paralisis mulai terlihat tanpa gejala-gejala yang mendahuluinya. Di negara dimana rabies sudah lama dikenal maka tiap-tiap gigitan anjing harus dicurigai dan orang yang digigit harus dirawat menurut petunjuk WHO.

Pencegahan dan Pemberantasan

Pencegahan
- Melakukan program vaksinasi rabies secara teratur setahun sekali ke Dinas Peternakan atau dokter hewan terdekat.
- Pemeliharaan anjing sebaik mungkin, pengamatan sifat kebiasaan sehari-hari, bila terlihat perubahan-perubahan secara mendadak dalam sifat-sifatnya segera diperiksakan ke dokter hewan praktek terdekat.
- Sebaiknya anjing tidak selalu dibiarkan berkeliaran di luar rumah tanpa dapat dikendalikan.
- Anjing yang dicurigai atau agak berubah perangainya sebaiknya diisolir dan jangan dicampur dengan anjing lain.
- Karena ganas dan berbahayanya rabies, maka pencegahan dan pemberantasannya harus dilakukan secara intensif dan sedini mungkin.

Pemberantasan
Pemberantasan rabies di Indonesia hendaknya berdasarkan:
1. Menyadarkan masyarakat tentang arti rabies dan mengikutsertakan umum dalam kampanye pemberantasan rabies.
2. Eliminasi anjing liar sebagai vektor utama yang menyebarkan virus rabies.
3. Vaksinasi.

Perawatan manusia yang digigit oleh anjing atau yang dicurigai menderita rabies:
Kemungkinan tertular rabies sesudah digigit anjing tergantung pada beberapa faktor:
1. Adanya virus dalam air liur. Hal ini ditemukan sebanyak 30-40% pada anjing gila.
2. Sifat luka. Luka datar dan mengeluarkan banyak darah lebih baik daripada luka gigitan dalam. Luka disebabkan oleh cengkeraman kucing dianggap sangat berb ahaya karena sifat kerusakan jaringan dan oleh karena kuku kucing biasanya ditulari virus dengan saliva. Umumnya manusia sering ditulari oleh anjing dan jarang oleh kera atau kucing.
3. Tempat luka. Luka-luka pada muka lebih berbahaya daripada luka tangan dan kaki. Yang penting dalam hal ini ialah jarak antara luka dan sistem saraf pusat disamping inervasi setempat. Bila orang digigit anjing atau yang dicurigai gila maka yang penting pada terapi adalah perawatan luka.

Langkah-langkah pertama yang perlu dilakukan apabila orang digigit anjing:
1. Luka akibat gigitan dibiarkan mengeluarkan darah yang banyak, kemudian luka dibersihkan dengan air sabun atau detergen, lalu bilas dengan air bersih dan selanjutnya luka didesinfeksi dengan basa amonium kuartener 0,1%, bisa juga dengan alkohol 70% atau tintur yodium. Virus dalam luka dapat dinetralisir dengan suntikan infiltrasi jaringan di sekitar luka dengan serum imun atau menghamburkan bedak desinfektan dalam luka.
2. Segera mungkin berobat ke dokter atau Puskesmas terdekat untuk mendapatkan pengobatan selanjutnya.
3. Laporkan segera pada petugas Dinas Peternakan atau yang berwenang melaksanakan fungsi kesehatan hewan setempat tentang anjing yang menggigit (alamat dan pemiliknya).

6. Infeksi Herpesvirus Pada Anjing

Penyakit ini menyebabkan kematian yang tinggi pada anak anjing yang baru lahir dan dikenal juga dengan nama Neonatal canine herpesvirus infection dan Fading puppy syndrome. Pada anjing dewasa virus menyebabkan infeksi laten. Agen penyebab untuk pertama kali diisolasi di USA dalam tahun 1965 dari anak anjing baru lahir dan mati. Sesudah itu virus ditemukan di banyak negara Eropa.

Etiologi
Hingga sekarang hanya dikenal satu virus herpes pada anjing yang dinamakan canine herpesvirus (CHV) yang termasuk herpesvirus golongan A. CHV bereplikasi dalam biakan sel anjing, menimbulkan CPE dan membentuk badan inklusi intranuklear.

Gejala Klinis
Pada anak anjing baru lahir infeksi berlangsung dengan generalisasi dan umumnya berakhir dengan kematian. Pada anak anjing yang lebih tua dan dewasa infeksi umumnya berlokalisasi pada jalan pernafasan bagian depan dan pada alat kelamin.

Infeksi pada anak anjing baru lahir terlihat sebagai diare dengan feses berwarna kuning-hijau, dan terjadi 7-10 hari sesudah lahir. Anjing juga nampak lesu, muntah-muntah, tidak mau menyusu dan meraung-raung. Perut sering nyeri bila dipalpasi dan anak anjing mati dengan tanda-tanda sesak nafas. Sekali-kali timbul, sekonyong-konyong kematian tanpa didahului gejala-gejala yang dilukiskan. Umumnya dalam 14 hari semua anak anjing yang seumur mati. Anak anjing yang lebih tua infeksi bermanifestasi sebagai gangguan jalan respirasi bagian muka, yakni batuk-batuk dan leleran hidung.

Pada anjing betina virus menimbulkan jejas-jejas vesikuler pada traktus kelamin yang dapat menyebabkan abortus sebelum waktunya. Juga infeksi berulang pada selaput lendir vulvva dan vagina dapat ditimbulkannya.

Diagnosa dan Diagnosa Banding
Diagnosa dibuat berdasarkan anamnesa dan gambaran seksi. Septikemi bakteril dan hepatitis contagiosa canis dapat menyebabkan kematian dini pada anak anjing muda.

Pemberantasan
Sampai sekarang pemberantasan untuk penyakit ini belum ada.

7. Papilomatosis (Penyakit Kutil, Warts, Infectious Verrucae)

Papilomatosis adalah penyakit viral yang menular pada hewan muda dan disertai pertumbuhan liar pada kulit atau selaput lendir. Penyakit ini banyak ditemukan pada banyak jenis hewan.

Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus yang tergolong dalam papilomavirus. Virus tersebut mempunyai sifat resisten.

Gejala Klinis
Penyakit kutil pada anjing hendaknya dianggap lebih serius daripada papilomatosis jenis hewan lain, karena pertumbuhan-pertumbuhan ini terutama berkembang di dalam mulut. Sesungguhnya tumor sendiri bersifat tenang tetapi lokasinya sangat mengganggu. Masa inkubasi 1-2 bulan. Penyakit ini sangat menular dan terutama menyerang anjing muda. Dalam suatu kennel biasanya semua anjing dapat tertular.

Kutil-kutil mulai tumbuh di bagian luar bibir sebagai benjolan-benjolan kecil, pucat dan kasar. Sesudah itu secara cepat terbentuk kutil-kutil pada selaput lendir, bibir, pipi, langit-langit, lidah bahkan pada selaput lendir faring.

Pertumbuhan-pertumbuhan itu menyerupai sebongkah kol kembang. Dalam kasus-kasus yang peka mengunyah dan menelan dipersulit. Biasanya mulut anjing berbau karena sebagian makanan tertimbun diantara tumor-tumor. Dalam kebanyakan hal penyembuhan spontan berlangsung dalam beberapa bulan.

Patogenesis dan Imunologi
Infeksi biasanya terjadi karena infeksi virus dari luar memasuki kulit. Pada tempat masuk itu terjadi fibro-papiloma. Kemudian penyebaran berlangsung melalui aliran darah dan pada lokalisasi di sekitar vena jugularis. Papiloma umumnya terdiri dari jaringan mesenkim dan epidermis, pada sel basal dan fibroblas hanya sedikit virus ditemukan.

Bila kutil-kutil telah menghilang secara spontan maka terjadilah imunitas yang mencegah reinfeksi. Kekebalan ini berdasarkan imunitas selular.

Diagnosa
Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan klinis dan histologis. Kutil-kutil pada puting susu dapat disamakan dengan lesi cacar. Bila perlu digunakan tes presipitasi dan mikroskop elektron.

Pemberantasan
Papilomatosis dapat diberantas dengan melakukan vaksinasi, dan yang sering digunakan adalah suspensi formalin yang dibuat dari kutil-kutil. Vaksinasi pencegahan menimbulkan kekebalan selama 6 bulan. Hasil yang dicapai oleh vaksinasi preventif dan kuratif sulit dievaluasi karena kemungkinan penyembuhan secara spontan.

8. DEMODEKOSIS PADA ANJING

Penyakit kulit Demodekosis merupakan penyakit kulit pada anjing yang paling sulit diberantas atau disembuhkan secara total. Hal ini disebabkan karena parasit ini lebih senang hidup pada pangkal ekor (folikel) rambut anjing dan tidak pada permukaan kulit seperti penyakit kulit lainnya. Parasit demodekosis semua stadium, dari telur, larva, nympha, tungau (parasit dewasa) menghuni folikel rambut dan kelenjar lemak penderita, sehingga penyembuhannya makin sulit dan tidak bisa tuntas. Pengobatannya harus kontinyu dan tekun agar benar-benar sembuh dan tidak kambuh kembali.

Demodekosis merupakan penyakit peradangan kulit yang disertai keadaan imunodefisiensi dan dicirikan dengan demodeks yang berlebihan dalam kulit.

Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh tungau Demodex canis. Merupakan bagian dari fauna normal kulit anjing dan jumlahnya sangat sedikit pada anjing sehat.

Siklus hidup tungau seluruhnya berlangsung pada kulit dan berada dalam folikel rambut namun kadang-kadng kelenjar sebaseus dan kelenjar keringat apokrin. Untuk mempertahankan hidupnya tungau memakan sel-sel (dengan mmenggerogoti bagian epitel dan merusak ke dalam kelenjar asini).

Ada 2 tipe demodekosis yang dikenal yaitu demodekosis local dan demodekosis general.
Demodekosis Lokal, atau demodekosis skuamosa berupa aplopesia melingkar pada satu atau beberapa tempat berukuran kecil, eritema, daerah tersebut bersisik dan mungkin saja tidak nyeri atau nyeri, kebanyakan ditemukan pada wajah dan kaki depan. Sifat penyakit ini kurang ganas dan kebanyakan kasus ini bisa pulih secara spontan.

Demodekosis General, biasanya berawal dari lesion local dan bila lesion tidak mengalami pengurangan secara spontan atau mendapat perawatan memadai akan menjadi lesio yang meluas.

Cara Penularan
D. canis merupakan penghuni normal kulit. Penularan terjadi karena kontak langsung dari induk ke anak-anaknya yang sedang menyusui selama dua sampai tiga hari masa-masa awal kehidupannya. Tungau bahkan sudah bisa ditemukan pada folikel rambut anak anjing yang baru berumur 16 jam.

Tungau pertama kali ditemukan pada pipi (muzzle) anjing, hal ini menunjukkan betapa pentingnya kontak langsung saat menyusui agar tungau bisa ditularkan.
Anak anjing yang dilahirkan dengan bedah Caesar dan dibesarkan jauh dari induknya tidak memiliki tungau pada kulitnya, hal ini menunjukkan bahwa penularan tidak terjadi di dalam uterus. Begitu juga tidak ditemukan pada kulit anak anjing yang baru dilahirkan.

Gejala Klinis
Demodekosis Lokal. Sebidang kecil kulit mengalami eritema local dan alopesia sebagian. Bisa saja terjadi pruritis atau bahkan tidak gatal, dan daerah tersebut mungkin saja ditutupi oleh sisik-sisik kulit yang berwarna keperakan.
Tempat kerusakan kulit yang paling sering adalah pada wajah khususnya di daerah sekeliling mata (periokuler) dan pada sudut mulut (komisura). Kerusakan berikutnya pada kaki depan. Kebanyakan anjing yang berumur 3 sampai 6 bulan dapat sembuh sendirinya tanpa pengobatan, namun sejumlah kasus bisa berkembang menjadi bentuk general.

Demodekosis General. Biasanya sifat penyakit sangat parah dan dapat berakhir dengan kematian. Penyakit diawali sebagai demodekosis local, kemudian berkembang dan bertambah parah. Sejumlah lesion muncul pada kepala, kaki, badan. Setiap makula yang terjadi akan meluas dan membuat kerontokan-kerontokan kulit meluas.
Tungau yang berkembang di dalam akar rambut akan menyebabkan terjadi folikulitis. Apabila pyoderma sekunder memperparah keadaan lesion ini, oedema dan keropeng akan menggantikan kerontokan rambut sebelumnya menjadi plaques. Bila folikulitis terjadi dan menghasilkan eksudat akan terbentuk keeropeng yang tebal.

Diagnosa
Penyakit ini dapat didiagnosa dengan pemeriksaan kerokan kulit yang kemudian dilihat di bawah mikroskop. Pemeriksaan histopatologi melalui biopsi kulit. Melalui biopsy kulit dapat diketahui tingkatan perifolikulitis, folikulitis dan furunkulitis. Folikel rambut yang menderita akan dipenuhi oleh tungau demodeks.

Diagnosa Banding
Adanya tungau tidak sulit diungkap dengan pengerokan kulit, karenanya demodekosis jarang dikelirukan dengan penyakit lain.
Pyoderma biasanya mirip demodekosis, dan setiap folikulitis hendaknya selalu dicurigai akan adanya demodekosis. Infeksi dermatofita biasanya menyerupai kerontokan rambut demodekosis lokal.demodekosis dapat dikelirukan dengan abrasi dan jerawat (acne) pada wajah anjing muda.
Dermatitis seborrheik local sangat mirip dengan demodekosis local, demikian juga pemfigus kompleks dan epidermolisis belosa simppleks yang merupakan lesion pada wajah bisa dikelirukan dengan demodekosis.

Pengobatan
Demodekosis local dapat diobati dengan pengobatan topikal dengan salep rotenone ringan (good winol ointment) atau lotion lindane dan benzyl benzoale yang diusapkan pada daerah-daerah yang mengalami kebotakan.
Pada demodekosis yang sudah bersifat general tidak mudah untuk diobati, dan memerlukan waktu sehingga penyakit ini bisa dikendalikan namun tidak selalu dapat disembuhkan. Pengobatan yang dapat diberikan yaitu amitraz (mitaban) yang diaplikasikan dengan memandikan anjing dan dilap dengan larutan amitraz. Terapi lainnya apabila amitraz tidak berhasil yaitu menggunakan senyawa organofosfat ronnel, larutann Trichlorfon (negovon) 3 % dengan memandikan anjing.

Apabila pustula terjadi bersamaan dengan demodekosis general perhatian hendaknya diberikan terhadap adanya infeksi ikutan bakteri, dan yang paling sering menginfeksi adalah Staphylococcus aureus. Obat yang paling efektiif adalah cephalosporin, eritromisin, lincomisin dan chloramfenikol.

9. CACING JANTUNG (Dirofilaria immitis) Pada Anjing

Dirofilaria immitis khususnya pada anjing telah banyak diketahui dan dilaporkan, baik yang menyangkut epidemiologi, sifat penyakit, siklus hidup dan penularan, sifat antigen, interaksi parasit dan inang, teknik diagnostic dan terapi pengobatannya.

Siklus Hidup D. immitis
Nematoda Filaria, Dirofilaria immitis dikenal juga sebagai Filaria sanguinis atau Dirofilaria lousianensis, merupakan suatu cacing dari genus Dirofilaria penyebab Canine Heartworm Disease (CHD) pada anjing dan Human Pulmonary Dirofilariasis (HPD) atau Tropical Pulmonary Iosinophilia pada manusis.

Cacing dewasa ini umumnya terdapat pada anjing hampir di seluruh dunia, khususnya di daerah subtropis dan tropis. Infeksi alami pada anjing sehat diawali oleh gigitan nyamuk Anopheles dan Culex yang membawa larva microfilaria infektif stadium 3 (L3). Larva tersebut kemudian berkembang di dalam jaringan subkutan dan fasia intramuskuler penderita selama kurang lebih 2 bulan kemudian menjadi bentuk “immature” dan mulai migrasi ke ventrikel kanan jantung dan arteri pulmonalis. Pematangan atau maturitas cacing terjadi setelah 6-8 bulan pascainfeksi. Cacing betina menjadi cacing dewasa dan menghasilkan microfilaria yang dapat ditemukan dalam darah.

Kesempurnaan siklus hidup D. immitis terjadi ketika nyamuk lainnya menghisap microfilaria baru bersamaan dengan mengambil atau menghisap darah dari anjing penderita.

Patogenesa
Pada kasus CHD dijumpai perubahan patologis yang cukup luas khususnya pada paru-paru dan arteri pulmonalis. Perubahan ini disebabkan oleh reaksi inang terhadap antigen D. immitis dan terhadap kejadian sekunder seperti trombosis. Tanda-tanda imflamasi menggambarkan keseluruhan respons inang terhadap lesi. Gejala utama peningkatan aliran darah ke tempat infeksi.
Pembengkakan dan kesakitan sebagai hasil aktivitas biologis berbagai system imflamasi yaitu system kaskade komplemen, jalur koagulasi bergantung faktor Hageman, aktivitas kinin, mediator kimia dari sel-sel mast dan basofil, produk metabolism asam arakhidonat serta kelebihan lemak. Aktivitas dan sekresi mediator-mediator ini menyebabkan perubahan permeabilitas pembuluh darah dan direkrutnya sel-sel sekreton yang berasal dari local dan sirkulasi untuk turut berpartisipasi dalam proses imflamasi.

Gejala Klinis
Banyak anjing dan karnivora yang terinfeksi D. immitis sering tidak memperlihatkan gejala klinik (subklinik), kecuali ditemukan adanya microfilaria dalam darah. Pada tahap awal (infeksi ringan) timbul gejala pernafasan lambat dan kelesuan.
Pada kasus berat muncul tanda-tanda gangguan sirkulasi akibat gangguan mekanik dan endarteritis progresif. Ednokarditis, thromboemboli dan demam dilaporkan terjadi pada kasus berat. Pada kasus dimana terdapat cacing dewasa dalam jumlah cukup banyak, penderita akan menunjukkan gangguan fungsi katup jantung terutama bila cacing berada di dalam atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis ketiga bagian atas. Jantung kanan menderita dilatasi dan hipertrofi. Keadaan ini menyebabkan pembendungan vena disertai sirosis hati dan asites.

Kematian sering terjadi karena terjadinya emboli dan tromboemboli karena terdamparnya D. immitis dewasa yang mati pada daerah percabangan arteri pulmonalis. Cacing dewasa yang mati menginduksi perubahan arteri pulmonalis dalam waktu 3-6 minggu. Trombi, proliferasi villi yang ekstensif dan akibat respons terhadap inflamsi granulomatosa akan menghambat aliran darah ke lobus kaudalis paru-paru. Sindroma ini ditandai dengan adanya onset demam, dispnoea, takikardia, hipotensi, lemah, batuk atau hemoptisis.
Angka anemia pada anjing terinfeksi lebih tinggi (37%) dibandingkan anjing yang tidak terinfeksi (14 %) dan lebih banyak pada hewan dengan sindroma vena cava (91 %) dibandingkan dengan hewan “occult dirofilariasis “ (62,5 %) sedangkan onset anemia hemolitik dan hemoglobinuria adalah cirri dari sindroma vena cava.

Diagnosa
Secara klinis, gambaran infeksi D. immitis sangat bervariasi tergantung dari jumlah microfilaria yang bersikulasi dan jumlah cacing dewasa yang terdampar di dalam organ tubuh. Berdasarkan anamnesa dijumpai penurunan berat badan, lemah fisik, batuk spontan, akumulasi cairan subkutan, temperature badan yang tinggi dengan membran mukosa yang sianosis.

Pada gambaran rontgen tampak adanya hipertrofi dan dilatasi jantung kanan, batuk spontan, peningkatan vaskularisasi daerah thoraks, pembendungan vena dengan asites. Microfilaria hanya mungkin ditemukan jika dilakukan pemeriksaan preparat ulas darah segar atau dengan pewarnaan khusus asam fosfatase yang diambil malam hari.
Untuk identifikasi microfilaria D. immitis dengan menggunakan Modified Knott’s Test (MKT). untuk serodiagnosa, suatu teknik immunoassay terhadap infeksi D. immitis yaitu DIRO-CHECH ® dan ELISA-Ag-Test yang telah diproduksi secara komersial. Kit ini untuk mendeteksi ada tidaknya infeksi ringan atau infeksi “occult”.

Diagnosa Banding
D. immitis harus dibedakan dari cacing subkutan Dipetaloma reconditum yang memiliki panjang 260-280 mikron dan lebar 6-7 mikron, bentuk ujung kepala dan ekor yang tumpul dengan ekor “botton hooked”, bergerak maju ke depan. Selain itun dilaporkan juga sebagai diagnosa bandingnya adalah D. repens dan D. dracunculoides.

Pencegahan dan pengobatan
Pada umumnya tinggi rendahnya tingkat kesuksesan terapi pada kasus D. immitis pada anjing tergantung kepada tingkat keparahan. Kerusakan jaringan dimana D. immitis dewasa, hidup atau mati. Untuk pengobatan Thiacertasamida (preparat arsena) dengan dosis 0,2 ml/kg bb atau 2 mg/ kg bb terbagi atas 2 dosis diberikan secara intravena selama 2-3 hari. Enam minggu setelah terapi dengan preparat arsena dilanjutkan dengan eliminasi microfilaria menggunakan Levamizol HCl 10 mg/kg bb/hari selama 15 hari yang diberikan peroral. Dapat juga menggunakan ivermectin dosis maksimum 6 mg/kg bb dengan interval ulangan 30 hari.

Tindakan pencegahan dengan melakukan pengendalian vector nyamuk Anopheles dan Culex. Di Negara-negara 4 musim Diethylcarbamacin (DEC) dengan dosis 5 mg/kg bb/ hari diberikan kepada anjing-anjing anakan memasuki musim panas, dimana keterpaparan nyamuk cukup tinggi dan pengobatan dihentikan memasuki musim dingin.

Untuk kondisi Indonesia, tindakan pencegahan dianjurkan untuk dilakukan sepanjang tahun, namun jarang dilakukan karena laporan kasus klinik yang sangat jarang.

10. COCCIDIOSIS
Penyakit Coccidiosis atau berak darah merupakan penyakit radang usus halus dan sering menyerang anak anjing. Anak anjing yang terserang adalah anak anjing umur 1 sampai 8 bulan, sedangkan anjing yang lebih tua atau dewasa lebih tahan terhadap penyakit ini. Gejala menciri dari penyakit ini adalah menurunnya nafsu makan, kotoran encer berlendir sampai berdarah.

Penyakit berak darah biasanya bersifat kronis, timbulnya penyakit dan berat tidaknya gejala yang ditimbulkannya tergantung banyak sedikitnya oocyt isospora yang tertelan. Anak anjing peka terhadap penyakit ini, pada anjing dewasa tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas, tetapi akan menjadi sumber penularan penyakit permanen (carier).

Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah parasit dari golongan Isospora, yaituIsospora canis dan Isospora bigemina. Parasit ini hidup dan berkembang biak pada usus halus.

Cara Penularan
Penularan penyakit coccidiosis melalui tertelannya oocyt infektif yang mencemari makanan, minuman, kandang, alat lainnya yang tidak sengaja terjilat anak anjing. Oocyt akan masuk dalam perut dan akan menetap pada usus halus dan menyerang selaput lendir usus halus. Pada selaput usus oocyt akan tumbuh menjadi dewasa dan berkembang biak, kemudian akan menghasilkan oocyt kembali. Oocyt dari usus akan keluar bersama kotoran anjing. Di luar tubuh anjing oocyt akan berkembang menjadi oocyt infektif (mengalami sporulasi) tergantung dari cocok tidaknya kondisi lingkungan, temperatur dan kelembaban.

Gejala Klinis
Gejala menciri pada anak anjing adalah berak lunak sampai encer berlendir, berdarah dari berwarna kecoklatan sampai kemerahan, nafsu makan berkurang, anjing depresi, lemah, lesu, pucat, anemia, dehidrasi dan bila diikuti infeksi sekunder akan terjadi demam. Gejala ini sering terlihat pada anak anjing dan anjing remaja.

Pada anjing dewasa tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas, tetapi bila diperiksa kotorannya, akan terlihat positif adanya oocyt isospora.

Pencegahan dan pengobatan
Tindakan pencegahan terhadap penyakit ini adalah menjaga kebersihan kandang, kandang harus tetap bersih dan kering, kotoran anjing segera dibersihkan. Penempatan tempat makan dan minum anjing harus diletakkan pada tempat yang tidak mudah tercemar kotoran anjing.

Selain itu pemberian makanan yang bergizi dengan kadar protein tinggi, serta pemberian mineral dan vitamin akan membentuk daya tahan tubuh yang tinggi terhadap serangan penyakit. Pemberian obat cacing harus diberikan dan jangan sampai terlambat.

Pengobatan
Bila anjing mencret encer dan berdarah segera diberikan pengobatan, bisa dengan pemberian preparat sulfa dan obat-obat antidiare lainnya. Bila kondisi anjing lemah sekali sebaiknya dibawa ke dokter hewan terdekat untuk diadakan pemeriksaan yang teliti dan segera diobati seperlunya (injeksi untuk tambah darah, menghentikan perdarahan dan pemberian preparat sulfa).

11. Ancylostomiasis (Penyakit Cacing Tambang)

Penyakit ini merupakan penyakit cacingan yang paling banyak menyerang anjing dewasa dan banyak menimbulkan kerugian.
Hamper semua anjing dewasa mengidap penyakit ini dengan jumlah bervariasi, dan derajat gangguan penyakitnya bervariasi juga.
Penyakit cacing tambang biasanya bersifat kronis dan kematian anjing umumnya disebabkan oleh adanya infeksi sekunder baik oleh bakteri maupun virus. Gejala yang menciri dari penyakit ini adalah nafsu makan turun, lesu, pucat, anemia, bulu kusam, mata berair, bila diikuti infeksi sekunder terlihat mencret berlendir dan berdarah dan radang paru-paru.

Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh golongan cacing Ancylostoma sp, biasa disebut cacing tambang atau gelang.

Cara Penularan
Cacing tambang selalu menyerang pada usus halus, menghisap darah dan meninggalkan jejas, menimbulkan radang pada usus halus dan pendarahan sehingga mengakibatkan mencret berdarah.
Bila telur cacing tambang menetas, larva cacing yang infektif ini dapat menembus kulit, mengikuti aliran darah sampai ke hati dan paru-paru. Bila anjing batuk cacing itu akan tertelan masuk ke perut kemudian berdiam di usus halus, dan selanjutnya di usus cacing menjadi dewasa.

Larva cacing juga dapat masuk ke dalam kelenjar air susu induk sehingga waktu induk anjing menyusui akan menularkan pada anaknya yang menyusu. Larva cacing dapat pula menular melalui makanan yang tertelan anjing lewat pencemaran pada alas kandang, tempat makanan dan minuman.

Gejala Klinis
Gejala klinis dari anjing yang menderita ancylostomiasis, yaitu anjing tampak lesu diikuti dengan nafsu makan yang berkurang. Mata tampak pucat dan selalu berair, anemia, kurus seperti kekurangan gizi. Yang paling menonjol adalah perut agak membesar dan lama kelamaan feses encer (mencret) berlendir sampai berdarah.
Pada anjing yang diikuti dengan infeksi sekunder yang menyerang saluran pencernaan maka terjadi radang usus, dicirikan dengan mencret berwarna coklat sampai merah dan berbau amis. Anjing menjadi sangat kurus dan dehidrasi dan kadang-kadang diikuti dengan muntah-muntah.

Bila larva berdiam dalam saluran pernafasan maka dapat mengakibatkan radang saluran pernafasan, hidung kering dan leleran encer sampai kental berwarna hijau kekuningan, nafas sesak, mata merah, batuk-batuk, anjing menjadi lemah, terbaring dan koma serta akhirnya terjadi kematian.

Pencegahan dan Pengobatan
Untuk menghindari cacing tambang atau infeksi Ancylostoma sp maka program pemberian obat cacing harus diberikan secara teratur terutama pada anjing yang dipelihara lebih dari satu. Hal yang selalu diperhatikan juga adalah kebersihan kandang dan tempat makanan dan minuman anjing.

Pengobatan terhadap penyakit ini dilakukan apabila anjing penderita diikuti dengan infeksi sekunder sebaiknya di periksakan ke dokter hewan terdekat untuk mendapatkan terapi dan rehabilitasi.

12. Ascariasis (Penyakit Cacing Ascaris)

Ascariasis atau penyakit cacing bulat banyak menyerang anak anjing terutama yang berumur 1 sampai 5 bulan. Hamper semua anak anjing terserang cacing Ascaris. Akibat serangan cacing ini tergantung besar kecilnya jumlah cacing yang menyerang dan menimbulkan gejala nyata. Pada anjing dewasa agak lebih tahan terhadap penyakit cacingan.
Pada anak anjing yang menderita batuk-batuk, telah diobati tetapi tidak sembuh-sembuh maka perlu dicurigai terserang cacingan karena terdapat larva pada paru-parunya. Hamper 80% pemeriksaan kotoran anak anjing mengandung telur cacing Ascaris.

Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh cacing yang termasuk dalam golongan Toxocara.

Cara Penularan
Penularan biasanya melalui telur cacing yang tanpa sengaja tertelan karena telur cacing mencemari tempat makanan dan minuman, kandang dan lain-lain. Penularan juga dapat melalui induk semasa dalam masa kebuntingan, dan pada waktu anak lahir sudah tertular cacingan.

Proses penularan pertama kali melalui telur tertelan, kemudian telur menetas dalam perut. Cacing ini berusaha menembus dinding usus lalu masuk ke dalam saluran darah dan mengikuti aliran darah sampai di hati. Di hati cacing ini berusaha menembus hati dan berusaha mencapai paru-paru, melalui aliran darah paru-paru memecah pembuluh darah kapiler kemudian masuk sampai ke kantung udara paru-paru. Cacing ini terus melanjutkan perjalanannya ke saluran pernafasan atas mencapai kerongkongan dan akhirnya tertelan kembali masuk ke perut dan menjadi dewasa di dalam usus.

Dalam usus cacing ini berkembang biak dan juga menimbulkan gangguan pada usus. Parah tidaknya gangguan penyakit tersebut tergantung dari banyak tidaknya cacing yang terdapat dalam usus tersebut. Makin banyak cacing dalam perut makin parah gangguannya.

Gejala Klinis
Pada anak anjing mula-mula terlihat gejala perut membesar meskipun tidak banyak makan, anjing terlihat kurang enak pada bagian perutnya, merengek-rengek, dan pada waktu berdiri posisi kaki belakang agak melebar untuk menahan rasa sakit pada bagian perutnya. Anjing tampak anemia, lemah, gelisah, anak anjing tidak mau menyusui induknya, bulu kusam, mata berair, nafas terengah-engah, sesak nafas, kadang-kadang diikuti dengan mencret dan muntah-muntah. Kematian anak anjing biasanya dipercepat dengan adanya infeksi sekunder sehingga terjadi radang paru-paru (pneumonia).

Pada anjing dewasa hanya terjadi gejala ringan yaitu pertumbuhan terhambat, bulu kusam dan berdiri, mata berair, lesu, nafsu makan turun, bila makan hanya memilih dagingnya saja, bahkan pada yang berat makanan hanya dijilat kemudian ditinggal pergi.
Apabila anak-anak anjing yang masih menyusu satu per satu mati tanpa menunjukkan gejala klinis, kecuali perut agak besar dan lemas harus curiga kematiannya disebabkan oleh cacing Ascaris ini.

Pencegahan
Sanitasi kandang harus ketat terutama pada anak anjing. Kotoran anak anjing harus segera dibuang, jangan dibiarkan tertinggal di dalam kandang. Kandang sebaiknya di desinfeksi seminggu sekali. Hal ini dapat menolong mengurangi cacingan pada anak anjing. Pada anak anjing sebaiknya alas kandang dilapisi dengan Koran sehingga bila anak anjing buang kotoran, kotoran tersebut dapat segera dibuang dan digantikan dengan Koran yang baru.

Hal yang penting diperhatikan adalah pemberian obat cacing terutama pada anak anjing lepas sapih. Anjing dewasa yang akan dikawinkan sebaiknya diberi obat cacing dan sesudah beranak dapat diberikan ulangan obat cacing. Untuk pencegahan perlu diberikan vitamin dan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh agar tidak mudah terserang cacingan.

Pengobatan
Pada anak anjing dapat diberikan obat cacing mulai umur 1 bulan, kemudian diulang sebulan sekali. Anjing dewasa sebaiknya diberikan obat cacing tiap 2 bulan sekali.
Pada anak anjing ataupun anjing dewasa yang terinfeksi, perlu diperhatikan infeksi ikutan dari cacingan. Terapi didasarkan pada gejala klinis yang muncul, apabila diare diusahakan memberikan antidiare disertai terapi suportif untuk meningkatkan daya tahan dan mengembalikan kondisi tubuh, misalnya dengan pemberian vitamin atau pemberian terapi cairan (infus).

13. Penyakit Cacing Cambuk (Trichuris)

Penyakit cacing cambuk biasanya bersifat kronis (menahun), hal ini dikarenakan siklus hidup cacing cambuk agak lama. Pada cacing lain untuk menjadi dewasa hanya membutuhkan waktu beberapa minggu saja, tetapi pada cacing cambuk membutuhkan waktu lebih lama, kira-kira 10 minggu. Karena waktu yang dibutuhkan sampai dewasa cukup lama maka untuk memberantas cacing cambuk secara tuntas lebih sulit.
Untuk diketahui bahwa obat cacing hanya dapat membunuh cacing dewasa saja, sehingga telur cacing yang masih tersisa akan menjadi cacing dewasa lagi. Karena hal itu maka pemberian obat cacing harus berkala, sehingga dapat membunuh setiap cacing dewasa yang ada dan sebelum sempat bertelur kembali.

Biasanya cacing cambuk hanya menyerang anjing dewasa saja, jarang menyerang anak anjing umur 2-3 bulan.

Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh cacing cambuk, termasuk golonganTrichuris sp.

Cara Penularan
Penularan cacing cambuk umumnya karena tertelan telur cacing. Telur-telur cacing mencemari alas kandang, tempat makan dan minum, dan lingkungan sekitar rumah. Penularan karena telur tertelan kemudian masuk ke dalam perut dan selama 1 bulan baru menetas, selanjutnya masuk ke dalam usus halus menjadi dewasa setelah 10 minggu lamanya dan akhirnya menetap hingga 16 bulan di usus besar dan menimbulkan gejala penyakit.

Gejala Klinis
Karena perkembangan cacing cambuk ini lambat dibandingkan cacing-cacing lain maka gejala klinisnyapun kurang cepat terlihat dengan jelas. Biasanya gangguan terlihat ringan-ringan saja, misalnya mata agak pucat, anemia, lemah, lama-kelamaan menjadi lebih parah dan dapat berakibat fatal.

Pada yang sudah parah baru terlihat gejala, kadang terjadi diare terkadang normal, berat badan merosot, kurus, nafsu makan tidak menentu, pucat, anemia dan dehidrasi, kotoran berbau tidak enak dan spesifik sekali. Anjing yang terserang Trichuris tidak sampai mati, tetapi bila diikuti infeksi sekunder dapat menyebabkan kematian.

Penyakit ini bersifat menahun, timbulnya gejala sangat lamban dan hal itu tergantung pada kondisi, umur anjing, gizi dan lingkungan. Gejala serangan cacing cambuk ditentukan juga oleh jumlah cacing yang ada dalam tubuh anjing penderita.

Pencegahan
Untuk menghindari serangan cacing cambuk maka pencegahan sedini mungkin harus tetap dilaksanakan. Sanitasi yang ketat terutama pada kandang, tempat tidur, alat makan dan minum serta halaman rumah yang biasanya sebagai tempat anjing bermain. Pemberian obat cacing secara teratur dapat mencegah anjing tertular cacing ini. Kesehatan anjing melalui pemberian makanan yang bergizi dan vitamin serta mineral yang cukup dapat memberikan daya tahan anjing terhadap serangan cacing Trichuris.

Pengobatan
Anjing yang jelas menderita penyakit ini dapat diberikan Mebendazole dengan dosis 22 mg/kg berat badan selama 5 hari berturut-turut. Bila anjing menunjukkan gejala lemah dan pucat maka dapat diberikan penambah darah. Jika diare pengobatan dengan obat antidiare dan jika tampak infeksi sekunder agar diobati dengan antibiotika.

14. Penyakit Cacing Pita (Cestoda)

Penyakit cacing pita tidak begitu membahayakan dan tidak langsung menimbulkan gejala penyakit, akan tetapi merupakan penyakit yang sulit diberantas secara tuntas dan bersifat menahun.
Timbulnya gejala penyakit cacing pita tergantung dari jumlah cacing pita yang menyerang, kondisi anjing, umur anjing, ras dan lingkungan. Hamper semua anjing dewasa pernah terserang cacing ini, tetapi kebanyakan tidak menimbulkan gejala klinis. Biasanya anjing yang banyak kutu pada tubuhnya juga diserang penyakit cacing pita. Pada anak anjing kemungkinan terserang penyakit cacing pita kecil sekali.

Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh cacing pita yang umumnya termasuk dalam golongan Dipylidium dan Echinococcus.

Cara Penularan
1. Cacing Dipylidium caninum
Bentuk cacing ini seperti pita panjang berbuku-buku. Cacing dewasa terdapat dalam usus halus anjing dan kucing, kadang-kadang terdapat pada usus manusia terutama anak-anak. Proglottida (buku-buku atau ruas-ruas) yang di dalamnya berisi telur cacing terlepas dan keluar bersama tinja dan kadang-kadang proglottida ini melekat di sekitar anus, bentuknya seperti biji mentimun.

Kutu anjing (Trichodectes canis0 dan larva pinjal anjing (Ctenoephalides canis) memakan telur-telur cacing yang melekat di sekitar anus dan bulu anjing. Di dalam saluran pencernaan, kutu dan pinjal telur-telur cacing ini akan menetas berimigrasi dan berdiam dalam tubuh kutu dan pinjal sebagai kista (cysticercoid) yang berekor dan infektif. Penularan kepada anjing, kucing dan anak-anak terjadi karena anjing, kucing dan anak-anak menelan kutu atau pinjal dewasa yang tubuhnya mengandung cysticercoid.

Dalam usus anjing cysticercoids tadi berkembang menjadi cacing pita dewasa dalam waktu 3 minggu.

2. Cacing Echinococcus granulosus
Cacing ini mempunyai 3 sampai 5 ruas, cacing ini termasuk cacing yang berukuran pendek. Cacing dewasa terdapat dalam usus halus anjing, serigala, fox dan beberapa binatang liar pemakan daging.

Larvanya disebut kista hydatid yang umumnya terdapat di dalam hati, paru-paru, jeroan lain dan jaringan-jaringan lain dari manusia, sapi, domba, babi yang ketularan larva cacing pita ini karena kemasukan telur cacing dan telur tersebut akan menetas dalam usus manusia atau hewan-hewan tersebut akan menetas dalam usus manusia atau hewan-hewan tersebut kemudian berimigrasi dan tumbuh menjadi larva (kista hydatid).

Anjing ketularan cacing pita Echinococcus granulosus ini karena makan daging terutama jeroan sapi, domba, kambing dan babi yang mengandung kista hydatid.

http://drhyudi.blogspot.com/2009/02/penyakit-pada-anjing.html

0 komentar:

Posting Komentar